angin masih belia, surat-suratmu
tak sempat kubaca dalam perih keringat
perihal lagu kemarau meninabobokan nafas rerumputan
yang tumbuh liar sepanjang jidatmu

matamu semakin purba
ketika rerumputan itu berubah duri waktu
sesekali melukai kulitmu yang beludru
udara tropis meranggas di pucuk-pucuk tembakau

rumah-rumah kehilangan senyum. wajahmu semakin lengang
seperti duka anak tetangga yang ditinggal ibunya
tiba-tiba aku teringat sepenggal ceritamu
tentang seorang pengemis tua yang selalu
menggedor-gedor pintu kemarau usiaku

surat-suratmu masih tersimpan rapi
di almari hatiku. mataku terlalu asing menyiangi
debu jalanan yang seringkali menikam jantung matahari
hingga tembaga. seperti hari-hari kemarin, kulipat
pesan ramah reranting cemara menyapa angin
dalam nafas panjang doa-doa sembahyang

kelak akan kulukis ranum senyummu
mewarnai perjalanan sejarah angin yang gemetar
berapa mil lagi harus kucicipi manis elektron pelangi?
abad-abad terus berlari dalam alfa tawamu
di beranda ini kita perlu berhenti sejenak

mengunyah hari-hari yang berbatu
lantas menanam benih cinta bumi pada matahari
biarkan surat-suratmu memfosil
menjadi jejak musim dalam beranda sunyi sajak-sajakku

April, 2006

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda