senjalah yang mengalirkan sungai kecil

di dadamu. sebuah perahu putih kautambatkan
di muara. inilah kendaraan terakhir buat kita hijrah
menjelajahi urat angin yang beranak-pinak
di keluasan kening para nelayan
anak-anak kecil tanpa beban
menyaksikan wajahnya ditikam ikan

pelangi masih setia mengisahkan betapa getir
burung-burung camar memintal-mintal ombak
dan mematuk-matuk paruh ikan. luka berdarah-darah
seperti ketika khidir menenggelamkan gugus mimpi anak-anak
aku pun bergegas menyelami lautan: mutiara ini masih saja cahaya

pada senja yang terakhir, garis-garis takdir
begitu jelas terurai di bilangan abad-abad zikir
kita gagal mengunyahnya dengan geletar badai
doalah mata hati, tajam membelah dada matahari
dalam gugur bunga zaitun

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda